de_dew mathic
 
Alkisah Seorang Pemuda yang ingin melupakan sesuatu datang menemui gurunya. Setelah bercerita panjang lebar Sang Guru pun berkata.

"Coba anda lempar sebutir kerikil itu ke dalam telaga yang tenang. Apa yang kau lihat..???"

"Saya melihat sebuah riak gelombang yang mengalun ke penjuru telaga Guru." jawab sang pemuda.

"Ya, itulah gambaran Fikiran anda" Lalu sang Guru pun menjelaskan. Kini, bisakah anda menghentikan laju riak gelombang itu? Mungkin anda mencoba dengan memasukkan telapak tangan anda ke dalam air. Atau, menghadangnya dengan ke dua belah kaki anda atau benda-benda lainnya. Namun yang terjadi adalah semakin banyak anda melakukan sesuatu pada permukaan telaga, semakin banyak riak gelombang baru bermunculan. Satu- satunya cara menghentikan laju riak gelombang itu hanyalah dengan membiarkannya berhenti sendiri.

Demikian pula dengan ketenangan dan pikiran. Semakin keras anda melakukan sesuatu pada pikiran anda, semakin sulit anda mencapai ketenangan itu. Amati saja. Jangan tolak atau menghentikan riak pikiran anda. Biarkan pikiran berangsur- angsur tenang. Ketenangan diri dimulai dari ketenangan pikiran; sedangkan ketenangan pikiran bermula dari ketenangan hati. Dalam hati yang tenang dan suci temukan jiwa yang tenang.

Sahabat yakinlah semua ini sudah diatur oleh sang Maha Sutradara (Allah swt). Janganlah kau meratapi dan memikirkannya ataupun menyesalinya... Tenangkanlah hati dan pikiranmu...

Bukankah Allah selalu membarikan yang terbaik bagi hamba-Nya...

Bukankah Allah lebih tahu akan apa yang dibutuhkan oleh hamba-Nya...

Sebaik apapun di mata kita belum tentu baik dimata Allah..

Ingatlah semua Obat/Pil itu rasanya sangat pahit... Namun sangat bermanfaat bagi kita...

Dan sebaliknya... hampir semua yang manis-manis adalah ancaman bagi Kita.. kecuali kita mau mensyukuri Nikmat-Nya.

 
Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Perbanyaklah kenalan orang-orang fakir miskin dan berbudilah kepada mereka karena mereka kelak akan mendapat kekuasaan." Sahabat bertanya: "Apakah kekuasaan mereka, ya Rasulullah?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Bila tiba hari kiamat maka dikatakan kepada mereka: "Perhatikan siapa yang dahulu pernah memberimu makanan atau minuman seteguk atau sehelai baju, maka peganglah tangannya dan tuntunlah ke surga."
Di suatu sore hari pada saat aku pulang kantor dengan mengendarai sepeda motor, aku disuguhkan suatu drama kecil yang sangat menarik, seorang anak kecil berumur lebih kurang sepuluh tahun dengan sangat sigapnya menyalip disela-sela kepadatan kendaraan di sebuah lampu merah perempatan jalan di Jakarta .
Dengan membawa bungkusan yang cukup banyak diayunkannya sepeda berwarna biru muda, sambil membagikan bungkusan tersebut ,ia menyapa akrab setiap orang, dari tukang koran , penyapu jalan, tuna wisma sampai Pak Polisi.
Pemandangan ini membuatku tertarik, pikiran ku langsung melayang membayangkan apa yang diberikan si anak kecil tersebut dengan bungkusannya, apakah dia berjualan ? “Kalau dia berjualan apa mungkin seorang tuna wisma menjadi langganan tetapnya atau…??, untuk membunuh rasa penasaran ku, aku pun membuntuti si anak kecil tersebut sampai di sebrang jalan , setelah itu aku langsung menyapa anak tersebut untuk aku ajak berbincang-bincang.

”Dek, boleh kakak bertanya ?” tanyaku.

“Silahkan kak.” Jawab adik kecil.

“Kalau boleh tahu yang barusan Adik bagikan ketukang koran, tukang sapu, peminta-minta bahkan pak polisi, itu apa ?” tanyaku dengan heran.


“Oh… itu bungkusan nasi dan sedikit lauk kak… memang kenapa kak?” dengan sedikit heran , sambil ia balik bertanya.


”Oh... tidak! Kakak Cuma tertarik cara kamu membagikan bungkusan itu, kelihatan kamu sudah terbiasa dan cukup akrab dengan mereka. Apa kamu sudah lama kenal dengan mereka?”


Lalu ,Adik kecil ini mulai bercerita, “Dulu … aku dan ibuku sama seperti mereka hanya seorang tuna wisma, setiap hari bekerja hanya mengharapkan belaskasihan banyak orang, dan seperti kakak ketahui hidup di Jakarta begitu sulit, sampai kami sering tidak makan, waktu siang hari kami kepanasan dan waktu malam hari kami kedinginan ditambah lagi pada musim hujan kami sering kehujanan.”


“Apabila kami mengingat waktu dulu… kami sangat-sangat sedih , namun setelah ibuku membuka warung nasi, kehidupan keluarga kami mulai membaik. Maka dari itu ibu selalu mengingatkanku, bahwa masih banyak orang yang susah seperti kita dulu , jadi kalau saat ini kita diberi rejeki yang cukup , kenapa kita tidak dapat berbagi kepada mereka.”


”Yang ibu ku selalu katakan ‘hidup harus berarti buat banyak orang ‘, karena pada saat kita kembali kepada Sang Pencipta tidak ada yang kita bawa, hanya satu yang kita bawa yaitu Kasih kepada sesama serta Amal dan Perbuatan baik kita , kalau hari ini kita bisa mengamalkan sesuatu yang baik buat banyak orang , kenapa kita harus tunda.”

”Karena menurut ibuku umur manusia terlalu singkat , hari ini kita memiliki segalanya, namun satu jam kemudian atau besok kita dipanggil Sang Pencipta, apa yang kita bawa?”

Kata-kata adik kecil ini sangat menusuk hatiku, saat itu juga aku merasa menjadi orang yang tidak berguna, bahkan aku merasa tidak lebih dari seonggok sampah yang tidak ada gunanya,dibandingkan adik kecil ini.

Aku yang selama ini merasa menjadi orang hebat dengan pendidikan dan jabatan tinggi, namun untuk hal seperti ini, aku merasa lebih bodoh dari anak kecil ini, aku malu dan sangat malu. Ya.. Tuhan, Ampuni aku, ternyata kekayaan, kehebatan dan jabatan tidak mengantarku kepada Mu.

Hanya Kasih yang sempurna serta Iman dan Pengharapan kepada-Mu lah yang dapat mengiringiku masuk ke Surga. Terima kasih adik kecil, kamu adalah malaikat ku yang menyadarkan aku dari tidur nyenyakku.


....Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu.

Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.

Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.

Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.

Ia tidak bersuka cita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.

Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.

Kasih tidak berkesudahan...

Sahabat, Janganlah ragu , mulailah dari sekarang membiasakan diri berbagi dan memberi walaupun itu untuk perkara-perkara kecil ....

MALULAH kita kepada ALLAH , berapa besar rizki yang DIA berikan untuk kita dan BERAPA BANYAK yang kita berikan untuk NYA ....?

Sudahkah kita bersedekah hari ini ?  Mari Kita ABADIKAN UMUR KITA YANG TERSISA dengan SEDEKAH, berapapun dan dimanapun yang penting IKHLAS....

by : muhasabah
 
Beberapa waktu yang lalu, di Mesir hiduplah seorang sufi yang tersohor bernama Zun-Nun. Seorang pemuda mendatanginya dan bertanya : "Tuan, saya belum faham mengapa orang seperti Anda mesti berpakaian apa adanya dan sangat-sangat sederhana??  Bukankah di zaman seperti ini berpakaian moden amat perlu, bukan hanya untuk penampilan namun juga untuk tujuan banyak hal lainnya!!!?."

Sang sufi hanya tersenyum, ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata : "Wahai anak muda, akan kujawab pertanyaanmu, namun sebelum itu aku ingin kau melakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Cobalah, bisakah kamu menjualnya seharga satu keping emas."

Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu;  "Satukeping emas??. Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu." "Cobalah dulu anak muda. Siapa tahu kamu akan berhasil menjualnya..!."

Pemuda itu pun segera pergi ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli dengan harga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak.

Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Setal lelah menawarkan Ia kembali ke kediaman Zun-Nun dan melaporkan; "Tuan, tak seorang pun yang berani menawar lebih dari satu keping perak."

Zun-Nun, sambil tetap tersenyum arif, berkata, "Sekarang pergilah kamu ke toko emas di belakang jalan ini. Coba perlihatkan kepada pemilik toko atau tukang emas di sana. Jangan buka harga. Dengarkan saja, bagaimana ia memberikan penilaian."

Pemuda itu pun pergi ke tempat yang dimaksud. Tak lama berselang Ia kembali kepada Zun-Nun dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian melaporkan; "Tuan, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar."

Zun-Nun tersenyum simpul sambil berujar lirih; "Itulah jawaban atas pertanyaanmu tadi orang muda. Seseorang tak bisa dinilai daripakaiannya. Hanya "para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar" yang menilai demikian. Namun tidak bagi "pedagang emas".

Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya bisa dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu memerlukan proses wahai anak muda. Kita tak bisa menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan kita lihat sekilas.

Seringkali yang disangka emas ternyata besi biasa dan yang kita lihat sebagai besi biasa ternyata emas."

    Author


    Sesungguhnya seseorang bisa disebut mandiri bukan lantaran ia sudah tidak lagi meminta, tapi lebih karena ia sudah bisa memberi harapan akan kembali diberi.

    Archives

    February 2011

    Categories

    All
    Kehidupan

    RSS Feed